Karir Ferdy Sambo Hancur, dari Bintang 2 dengan Jabatan Kadiv Propam Polri hingga Divonis Mati
Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi akhir kejayaan Ferdy Sambo. Sebelum ada kasus tersebut, Ferdy Sambo adalah anggota Polri yang bersinar. Sebelum dipecat, Sambo memiliki pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) atau bintang dua dengan jabatan Kadiv Propam Polri.
Sekadar diketahui, Ferdy Sambo adalah perwira pertama di Angkatan Akpol 1994 yang mencapai pangkat Irjen. Dia juga pernah menduduki jabatan strategis. Seperti Kapolres Brebes, Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, hingga yang tertinggi Kadiv Propam Polri. Sambo juga menjadi Kasatgas Merah Putih yang berhasil mengungkap berbagai kejahatan besar.
Kejayaan Sambo mulai runtuh usai terjadi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kasus pembunuhan ini terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jalan Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan. Saat itu, Brigadir J ditembak setelah pulang dari Magelang usai acara ulang tahun pernikahan Sambo dan Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo sejak awal menyebut istrinya menjadi korban pelecehan seksual oleh Brigadir J. Putri juga disebut mengalami pengancamanan percobaan pembunuhan oleh Brigadir J.
Atas hal itu, Putri kemudian membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Laporan pertama terkait dugaan percobaan pembunuhan, dan kedua pelecehan seksual. Sejak saat itu, Ferdy Sambo terus ngotot telah terjadi pelecehan seksual. “Saya selaku ciptaan Tuhan menyampaikan permohonan maaf kepada Institusi Polri, demikian juga saya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yosua. Semoga keluarga diberikan kekuatan,” ucap Sambo saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri sebelum ditetapkan sebagai tersangka. “Namun semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan Saudara Yosua pada istri dan keluarga saya,” lanjutnya.
Dalam BAP yang dilakukan Timsus usai pertama kali menjadi tersangka, Ferdy Sambo juga masih berdalih ada pelecehan seksual. Namun, kali ini diakuinya terjadi di Magelang, Jawa Tengah bukan di Rumah Dinas Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, 5 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir J. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR), Ferdy Sambo (FS), KM, dan Putri Chandrawathi.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Untuk eksekutor penembak adalah Bharada E. “RE melakukan penembakan korban,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Kemudian RR dan KM berperan membantu serta menyaksikan penembakan. Terakhir Ferdy Sambo yang memerintahkan penembakan. “FS menyuruh melakukan dan menskenario, skenario seolah-olah tembak menembak,” jelas Agus.
Sedangkan Putri terekam CCTV berada di lokasi dan ikut serta dalam proses pembunuhan berencana kepada Brigadir J. “(PC) mengikuti dan melakukan perencanaan pembunuhan Brigadir J,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota polri. Meskipun ybs mengajukan banding.
Tim Khusus (Timsus) Polri kemudian resmi menetapkan 6 perwira polisi sebagai tersangka kasus dugaan obstruction of justice atau menghalangi-halangi penyidikan kasus kematian Brigadir J. Para pelaku diduga menyebabkan proses pengungkapan kasus menjadi terhambat.
Mereka yakni AKBP Irfan Widyanto, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto. “Ya (sudah ditetapkan tersangka), sudah masuk ranah sidik,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Kamis (1/9/2022).
Beberapa tersangka juga telah dikenakan sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) akibat kasus ini. Mereka yaitu Ferdy Sambo, Agus Nurpatria, Jerry Raymond Siagian, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo. Sedangkan tersangka lainnya dihukum demosi dengan berbagai waktu yang berbeda, dan beberapa masih menunggu sidang kode etik.
Kasus ini kemudian memasuki tahap baru setelah persidangan perdana digelar pada 17 Oktober 2022. Berbagai saksi fakta, saksi ahli didatangkan oleh jaksa dan pihak Sambo untuk memberikan pembuktian hukum.
Setelah perjalanan panjang, JPU akhirnya menuntut terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup. Sambo dianggap bersalah melakukan dua pelanggaran dalam kasus pembunuhan kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Pelanggaran pertama yakni terkait pembunuhan berencana, dan kedua adalah merintangi penyidik atau obstruction of justice.
“Kami penuntut umum, menuntut memohon agar Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara Terdakwa Ferdy Sambo agar menyatakan terdakwa Ferdy Samhi secara sah dan menyakinkan melakukan tidak pidsna pembunuhan berencana sebagaimana Pasal Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan menyatakan telah terbukti melakukan tanpa hak atau melawan hukum yang membuat sistem elektronik tidak bekerja semestinya. Menjatuhkan pidana terdakwa dengan pidana seumur hidup,” kata Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Hal-hal yang memberatkan Sambo yakni perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa dan duka keluarga yang mendalam, terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa tidak sepantasnya sebagaimana penegak hukum dan kedudukannya sebagai petinggi Polri, tindakan Sambo mencoreng institusi Polri, dan banyak anggota Polri menjadi terlibat. Sedangkan hal meringankan tidak ada.
Namun, rupanya majelis hakim memiliki pertimbangan tersendiri. Ketiga hakim yang terdiri dari Wahyu Iman Santoso, Alimin Ribut Sujono, dan Morgan Simanjuntak menjatuhkan vonis lebih berat dari tuntutan, yakni pidana mati. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana mati,” kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/1/2023).
Sambo dianggap secara sah terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP ayat (1) ke-1. Sambo juga dianggap bersama melakukan pidana tanpa hak atau melawan hukum yang membuat sistem elektronik tidak bekerja semestinya sesuai Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Untuk menyelematkan dirinya, Sambo masih bisa menempuh upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi, lalu kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA). Namun, pihak Sambo belum membeberkan langkah hukum berikutnya.
Sumber Radarbali